Search This Blog

Total Pageviews

Monday, January 21, 2013

Kompensasi Dasar Pekerjaan



Salah satu fungsi manajemen personalia yang paling sulit adalah penentuan tingkat kompensasi moneter. Hal ini tidak hanya merupakan salah satu tugas yang paling rumit, tetapi juga yang paling penting, baik bagi organisasi maupun karyawan. Penentuan tingkat kompensasi moneter penting bagi organisasi karena upah dan gaji seringkali merupakan satu-satunya biaya perusahaan terbesar.
Sepanjang menyangkut organisasi, program-program kompensasi karyawan dirancang untuk melakukan 3 hal:
1.      Untuk menarik para karyawan yang cakap ke dalam organisasi.
2.      Untuk memotivasi mereka mencapai prestasi yang unggul.
3.      Untuk masa dinas yang panjang.

Faktor-faktor Penting yang Mempengaruhi Kebijakan Kompensasi
Walaupun dalam penentuan gaji itu dilibatkan sejumlah besar negoisasi dan dugaan, namun ada faktor-faktor tertentu yang diakui sangat mempengaruhi keputusan akhir mengenai jumlah gaji dalam nilai uang. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Permintaan dan penawaran atas keterampilan-keterampilan karyawan.
Hukum permintaan dan penawaran ini pada prakteknya menghasilkan “tingkat upah yang sudah berlaku”.
2.      Organisasi buruh.
Dalam struktur hubungan ekonomi, serikat-serikat buruh umumnya mencoba untuk mempengaruhi segi penawaran. Dalam suatu pemogokan yang menuntut upah yang lebih tinggi, permintaan majikan agar buruh memenuhi kebutuhan pasar ditentang oleh serikat buruh dengan cara menahan penawaran tenaga kerja.
3.      Kemampuan perusahaan untuk membayar.
Serikat-serikat buruh seringkali menuntut peningkatan kompensasi dengan dalih bahwa perusahaan yang bersangkutan makmur dan mampu membayar.
4.      Produktivitas perusahaan dan perekonomian.
Pada tahun 1948, pengaruh dari peningkatan produktivitas umum dalam perekonomian terhadap kompensasi khusus bagi sebagian besar karyawan sangat diperhatikan sejak adanya kontrak yang menghebohkan antara General Motors dengan United Automobile Worker (UAW).
5.      Biaya hidup.
Rumus lain yang disambut oleh banyak orang sebagai jawaban adalah penyesuaian upah dengan biaya hidup. Di antara masalah-masalah yang ditimbulkan oleh pendekatan ini adalah sebagai berikut:
a.   Tidak ada rumus biaya hidup yang akan menimbulkan berapakah seharusnya kompensasi dasar itu – rumus biaya hidup itu hanya menunjukkan bagaimana tariff upah seharusnya berubah.
b.    Pendekatan ini cenderung untuk mengubah-ubah penghasilan dalam bentuk uang (moneter) tetapi mempertahankan penghasilan nyata yang mengakibatkan ketidakpuasan buruh.
c.   Dalam hal indeks produktivitas, terdapat masalah pengukuran tertentu dalam memastikan kenaikan-kenaikan biaya hidup. Namun, indeks harga konsumen dari biro statistik perburuhan diterima dan diikuti secara luas oleh banyak majikan dan organisasi buruh.
6.      Pemerintah.
Tingkatan pemerintah yang bermacam-macam seringkali mempunyai hal-hal yang sangat khusus untuk dibicarakan dalam kaitannya dengan upah dan gaji walaupun setelah ada ketentuan mengenai kompensasi yang adil pada hakikatnya bersifat teoritis dan samar-samar.

Keadilan dan Kompensasi
            Agar tujuan pertama kita untuk menarik para karyawan yang mampu bagi organisasi dapat dicapai, personil harus berkeyakinan bahwa kompensasi yang ditawarkan adalah wajar dan adil. Keadilan (ekuitas) berkaitan dengan rasa keadilan (felt justice) menurut hak dan hukum alam.      
            Dalam tabel 1, dikemukakan sembilan situasi yang berbeda. Teori keadilan akan menghipotesiskan bahwa korelasi antara pembayaran dan sumbangan yang ada dalam kotak 3, 5, dan 7 akan menghasilkan perasaan adil.



 



                Mengenai karyawan yang mendapat imbalan terlalu besar (kotak 1, 2, dan 4), penelitian yang dimulai oleh Adams mengemukakan bahwa perasaan tidak senang dan perasaan bersalah yang diakibatkan oleh pembayaran yang lebih tinggi yang tidak adil akan mendorong karyawan untuk bertindak mengurangi ketidakserasian.
            Menurut pengamatan, banyak organisasi menganut kebijakan peningkatan upah seperti dalam kotak 4, 5, dan 6. Karyawan dengan sumbangan rata-rata dibayar sesuai dengan kenaikan rata-rata dalam upah, tetapi mereka yang di atas dan di bawah rata-rata diberikan kompensasi yang tidak begitu berbeda.
            Untuk mengatasi kemungkinan perasaan ketidakadilan (inequity), berbagai organisasi mengikuti kebiasaan yang sangat merahasiakan kompensasi yang diterima. Ini terutama berlaku untuk gaji para eksekutif dan para personil lain yang tidak diatur oleh perjanjian-perjanjian perburuhan.
   
Nilai yang Sebanding
            Undang-undang persamaan upah (Equal Pay Act) melarang para majikan untuk membeda-bedakan karyawan berdasarkan jenis kelamin dengan cara membedakan tarif untuk jenis kelamin yang berbeda. Walaupun undang-undang ini telah berumur 20 tahun, namun kompensasi rata-rata bagi wanita selama ini hanya berkisar 60% dari kompensasi untuk pria.

Evaluasi Pekerjaan
            Sebagai langkah pertama dalam mengejar keadilan, harus dibentuk suatu hubungan yang konsisten dan sistematik antara tingkat-tingkat kompensasi dasar bagi semua pekerjaan di dalam organisasi yang bersangkutan. Proses pembentukan semacam itu disebut “evaluasi kerja” dan tidak boleh dikacaukan dengan analisa pekerjaan, yang berhubungan dengan pengumpulan data pekerjaan.
            Sasaran langsung dari proses evaluasi pekerjaan adalah untuk memperoleh konsistensi internal dan eksternal dalam hal upah dan gaji. Konsistensi internal berhubungan dengan konsep upah relatif pada perusahaan yang bersangkutan. Konsistensi eksternal merujuk kepada suatu relativitas yang diinginkan antara struktur upah organisasi dengan struktur upah di dalam masyarakat, industri, atau negara.Organisasi itu boleh memilih untuk membayar lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan tarif yang berlaku.
            Walaupun konsistensi internal dan eksternal adalah sasaran langsung dari evaluasi pekerjaan, sasaran akhirnya adalah kepuasan karyawan dan majikan terhadap upah dan gaji yang dibayar. Sebagai suatu metode manajemen personalia, evaluasi pekerjaan belum lama digunakan. Percobaan-percobaan terdahulu yang berkaiotan dengan hal ini diadakan pada tahun 1920-an, dan periode pertumbuhan yang paling cepat terjadi selama tahun 1940-an. Peningkatan pemakaian evaluasi pekerjaan secara luas itu disebabkan oleh tumbuhnya ukuran dan kompleksitas organisasi-organisasi modern, dan juga oleh tuntuan masyarakat yang mempertanyakan apa yang menjadi dasar untuk perbedaan upah yang diberikan kepada karyawan wanita dan berbagai kelompok minoritas. Ini menuntut suatu pendekatan terhadap pengukuran dan pencatatan nilai pekerjaan secara sistematik dan dapat dipertahankan.
            Dalam menyusun pendekatan terhadap pengukuran nilai pekerjaan secara sistematik, terhadap sejumlah prasyarat yang diperlukan. Pertama, uraian-uraian dan spesifikasi pekerjaan yang cukup jelas dan teliti harus tersedia untuk memberikan data yang berhubungan dengan faktor-faktor yang akan diukur. Kedua, harus diambil keputusan sehubungan dengan kelompok-kelompok karyawan dan pekerjaan yang akan diliput oleh suatu sistem evaluasi tunggal. Prasyarat yang terakhir adalah “penjualan” gagasan ide mengenai evaluasi sistematik bagi semua peserta dalam sistem itu. Penjualan pendekatan ide itu merupakan langkah pertama dan langkah terakhir, dan penekanannya konsisten dengan konsep bahwa gaji yang tetap haruslah memuaskan karyawan dan majikan sekaligus.

Sistem-Sistem Evaluasi Pekerjaan 
            Ada empat sistem dasar dalam manajemen pekerjaan yang digunakan dewasa ini. Sistem dasar itu dibagi menjadi 2 kategori. Kategori pertama mencakup metode-metode yang lebih sederhana, yang tidak menggunakan faktor-faktor pekerjaan yang rinci. Pekerjaan diperlakukan sebagai suatu keseluruhan dan seringkali digunakan uraian pekerjaan, buku spesifikasi pekerjaan. Terdapat dua sistem yang tidak kuantitatif yaitu penetapan peringkat sederhana dan penggolongan mutu (grading). Sistem-sistem tersebut paling terkenal pada organisasi-organisasi pemerintahan.
            Kategori kedua mencakup beberapa sistem yang menggunakan pendekatan lebih rinci. Kategori ini dikenal sebagai pendekatan kuantitatif dan meliputi sistem butir dalam (point system) dan sistem terbentuknya faktor.

Penetapan Peringkat yang Sederhana
            Sistem penetapan peringkat yang sederhana mempunyai banyak cacat. Kebaikannya yang terbesar yaitu kesederhanaan, juga merupakan suatu kerugian dalam arti pengukuran itu agak kasar. Sulit untuk mengukur kesuluruhan pekerjaan, dan tidak ada skala nilai atau ukuran yang ditetapkan sebelumnya untuk digunakan oleh para penilai tersebut. Setiap penilai mempunyai peringkat kriterianya sendiri, dan adalah sulit untuk menjelaskan akibatnya bagi seseoran pemegang pekerjaan.

Penggolongan Mutu Pekerjaan
            Ada dua pendekatan untuk menuliskan uraian golonan mutu yang akan menciptakan suatu skala nilai tunggal untuk mengukur nilai pekerjaan. Pertama, pekerjaan bisa diberi peringkat dan ditentukan kelasnya secara alami. Jika pekerjaan x dan y berada di dalam satu kelas, dan A, N, dan M dalam kelas yang lain, maka uraian-uraian pekerjaan ini dapat digunakan dalam menciptakan dua uraian golongan mutu. Ada juga kemungkinan untuk mengubah suatu sistem perbandingan faktor dan sistem butir menjadi sistem uraian golongan mutu melalui proses ini. Kedua, kita dapat meminta suatu panitia untuk menentukan lebih dahulu serangkaian definisi golongan mutu.
            Setelah skala nilai kita tentukan, kita dapat melanjutkan proses evaluasi pekerjaan yang menggunakan sistem penggolongan mutu dengan membacar uraian pekerjaan, membaca uraian golongan mutu, dan kemudian menempatkan pekerjaan itu pada suatu golongan mutu tertentu. Penggolongan mutu pekerjaan dianggap sebagai suatu perbaikan atas penetapan peringkat dengan adanya faktor pembanding, yaitu skala nilai yang ditentukan sebelumnya. Kelemahan utama dari pendekatan golongan mutu pekerjaan adalah terletak pada adanya keharusan untuk menggunakan keadaan-keadaan umum yang luas dalam merumuskan golongan mutu.

Sistem Butir
            Metode evaluasi yang paling digunakan adalah sistem butir (point system). Sistem ini, sebagaimana halnya dengan sistem perbandingan faktor, melibatkan suatu pendekatan yang lebih rinci, kuatitatif, dan analitis dalam mengukur nilai pekerjaan. Cara terbaik dalam menguraiakan seistem ini adalah dengan menyajikan dan membahas serangkaian langkah untuk merancang dan melaksanakannya. Prosedur yang disarankan adalah sebagai berikut:

1.      Memilih faktor-faktor atau ciri-ciri pekerjaan.
      Berlawanan dengan metode penetapan peringkat dan penggolongan mutu, yang mengukur pekerjaan sebagai kesuluruhan, sistem butir adalah suatu pendekatan yang lebih analitis dan berhubungan dengan komponen-komponen atau faktor-faktor pekerjaan. Jumalah faktor yang digunakan dalam setiap sistem bervariasi sesuai dengan organisasinya. Pada umumnya ada 4 faktor utama yang digunakan yaitu keterampilan tanggumg jawab, usaha, dan kondisi kerja. Pengukuran keterampilan dilakukan secara tidak langsung melalui evaluasi atas persyaratan yang dituntut pekerjaan berupa pendidikan, pengalaman, dan inisiatif. Tanggung jawab dievaluasi secara lebih khusus melalui suatu pengukuran atas jumlah nilai dari peralatan-peralatan dan jumlah serta jenis personalia yang menjadi tanggung gugat dari pemegang kerja.
2.      Menyusun suatu skala atau ukuran nilai untuk setiap faktor pekerjaan.
Untuk setiap faktor yang dianggap penting harus disusun suatu ukuran atau skala nilai untuk memungkinkan pengukuran faktor dalam setiap pekerjaan. Keputusan pertama adalah penentuan jumlah seluruh butir yang akan digunakan oleh seluruh sistem. Dalam sebagian besar sisitem, faktor keterampilan diberi persentase nilai yang terbesar. Tanggung jawab biasanya diurutkan kedua dan usaha serta kondisi kerja diberi nilai yang kira-kira sama.
3.      Mengevaluasi semua pekerjaan dengan menggunakan ukuran tersebut.
Jika skala-skala yang dapat dipercaya untuk setiap faktor telah disusun, dan jika terdapat spesifikasi pekerjaan yang rinci, maka diproses evaluasi maka akan menjadi sangat sederhana. Dalam praktek, evaluasi pekerjaan pada umunya dilakukan pada suatu panitia, yang para anggotanya mungkin mempunyai berbagai macam tingkat keakraban dengan pekerjaan yang harus dinilai.
4.      Melakukan survey upah untuk pekerjaan-pekerjaan penting yang dipilih.
Langkah pertama dalam suatu survey upah adalah pemilihan pejkerjaan-pekerjaan penting yang tugas-tugasnya dirumuskan dengan jelas, cukup stabil, dan mewakili semua tingkat nilai pekerjaan. Kedua, suatu sampel dari perusahaan-perusahaan dalam wilayah pasar tenaga kerja harus dipilih. Data yang diperoleh dari survey dan dianalisis dan dirata-ratakan. Nilai uang dari pekerjaan-pekerjaan penting selanjutnya dapat digambar pada bagan upah.
5.      Merancang struktur upah.
Pada umumnya rancangan struktur upah bekisar pada penyusunan kelas-kelas pekerjaan dan rentang-rentang tarif. Perusahaan bisa memilih untuk membayarkan tarif yang sama untuk setiap kelas pekerjaan atau tarif yang berbada-beda di dalam suatu rentang tarif untuk setiap kelas. Rentang-rentang tariff memungkinkan adanya perbedaan kompensasi untuk pekerjaan dalam kelas yang sama. Tempat atau lokasi dari rentang-rentang tarif dalam hubungannya dengan garis kecenderungan (trend) dari tarif yang sedang berlaku merupakan masalah kebijakan kompensasi.
6.      Menyesuaikan dan melaksanakan struktur upah tersebut.
Struktur upah yang sudah dikembangkan merupakan suatu standar untuk menentukan administrasi upah. Idealnya, semua upah yang dibayar harus berada di dalam batas-batas yang ditentukan oleh struktur itu. Sudah merupakan prinsip utama dari administrasi upah dan gaji bahwa penggunanaan evaluasi pekerjaan tidak akan menyebabkan pengurangan upah.

Sistem Perbandingan Faktor
Pada pokoknya, sistem ini merupakan suatu penerapan dari sistem perbandingan antar karyawan berdasarkan tingkat prestasi untuk mengevaluasi pekerjaan. Langkah-langkah dalam sistem ini adalah sebagai berikut:
1.      Memilih faktor-faktor pekerjaan.
2.      Memilih pekerjaan-pekerjaan penting.
3.      Menetukan tarif yang benar untuk pekerjaan-pekerjaan penting.
4.      Memberi peringkat pekerjaan-pekerjaan penting menurut setiap faktor pekerjaan.
5.      Mengalokasikan tarif yang benar dari setiap pekerjaan penting kepada faktor-faktor pekerjaan.
6.      Mengevaluasi setiap pekerjaan lain berdasarkan ukuran-ukuran faktor ini.
7.      Merancang, menyesuaikan, dan melaksanakan struktur upah tersebut.

Pengaruh Evaluasi Pekerjaan Terhadap Hubungan Kemanusiaan
            Evaluasi pekerjaan adalah suatu proses penentuan upah dan gaji yang sistematik, bukan suatu proses yang ilmiah. Evaluasi ini mempunyai tingkat reliabiltas atau keandalan yang tinggi, tetapi keabsahannya harus ditentukan dengan mempelajari dampaknya terhadap kepuasan karyawan. Kesulitan lainnya yang timbul dari penggunaan evaluasi pekerjaan adalah bahwa hal itu biasanya akan mendorong peningkatan jumlah keluhan sehubungan dengan upah. Evaluasi pekerjaan memberikan suatu definisi yang tajam terhadap struktur upah yang tidak dimiliki sebelumnya dan, akibatnya mengarahkan sorotan pada upah. Akhirnya, sering kali terdapat pertentangan antara nilai-nilai karyawan dan manajemen dalam evalusi pekerjaan.

No comments:

Post a Comment