Salah satu pencemaran pada wilayah perairan adalah masuknya berbagai polutan berupa logam-logam berat. Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya. Proses transfer kandungan logam berat dalam berbagai organisme air itu terjadi karena terdapat siklus rantai makanan pada perairan tersebut. Dengan berlakunya siklus rantai makanan, maka organisme yang lebih kuat akan memakan organisme yang lebih lemah. Hal ini menyebabkan kandungan logam berat akan semakin terakumulasi hingga pada organisme air yang terkuat (hewan pemangsa terakhir). Pemanfatan organisme ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan memicu perkembangan dunia usaha dan perindustrian. Hal ini sekilas tampak sebagai suatu kemajuan zaman yang bersifat positif, namun sesungguhnya perkembangan dunia perindustrian juga dapat membawa masalah-masalah baru. Masalah baru tersebut biasanya disebabkan oleh limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri. Pada umumnya, limbah dari kegiatan industri berwujud cair. Jika limbah tersebut tidak dibuang secara tertib dan bertanggung jawab, maka lingkungan dapat menjadi salah satu sasaran pencemaran, terutama lingkungan perairan yang sudah pasti terganggu oleh adanya limbah industri tersebut. Limbah dari kegiatan industri pertambangan biasanya dibuang begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu.
Limbah dari kegiatan industri pertambangan yang mencemari sistem perairan harus segera ditanggulangi agar kandungan logam berat dalam limbah tersebut tidak meracuni manusia dan merusak keseimbangan hidup organisme perairan. Berbagai metode seperti penukar ion, penyerapan dengan karbon aktif dan pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar beracun dari limbah, tetapi cara ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam pengoperasiannya. Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam berat merupakan alternatif yang memberikan harapan karena biaya pengoperasiannya yang lebih murah daripada metode-metode lainnya. Sejumlah biomaterial seperti lumut, daun teh, sekam padi dan sabut kelapa sawit begitu juga dari bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan penyerap logam-logam berat dalam air limbah.
Berbagai solusi alternatif dari pemanfaatan bahan biomaterial telah banyak dikembangkan oleh manusia. Salah satu solusi alternatif yang berpotensi untuk diterapkan dalam menanggulangi limbah yang mengandung logam berat di perairan adalah pemanfaatan limbah udang. Hal ini terdengar cukup menarik karena ternyata menurut hasil penelitian, limbah udang merupakan limbah yang dapat digunakan untuk mengatasi limbah dari kegiatan industri pertambangan yang mengandung logam berat jenis Cu, Cd, dan Pb (tembaga, kadmium, dan plumbum). Sebelum membahas lebih lanjut mengenai potensi limbah udang sebagai solusi pencemaran air oleh logam tembaga, kadmium, dan plumbum, sebaiknya karakteristik ketiga polutan tersebut dipahami terlebih dahulu.
A. Karakteristik Logam Berat (Tembaga, Kadmium, dan Plumbum)
1. Tembaga (Cu)
Tembaga merupakan logam yang ditemukan di alam dalam bentuk senyawa dengan sulfida (CuS). Tembaga sering digunakan pada pabrik-pabrik yang memproduksi peralatan listrik, gelas, dan alloy. Peristiwa masuknya tembaga ke perairan dapat disebabkan karena faktor alamiah, seperti terjadinya pengikisan dari batuan mineral sehingga terdapat debu, partikel-partikel tembaga yang terdapat dalam lapisan udara akan terbawa oleh hujan. Tembaga juga berasal dari buangan bahan yang mengandung tembaga seperti dari industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, dan limbah domestik.
Pada konsentrasi 2,3-2,5 mg/liter dapat mematikan ikan dan akan menimbulkan efek keracunan, yaitu kerusakan pada selaput lendir. Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai sintesa hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam urine karena sebagian terikat dengan protein, sebagian lagi dieksresikan melalui empedu ke dalam usus dan dibuang bersama feses, dan sebagian lagi menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga menyebabkan penyakit anemia dan tuberkulosis.
2. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 3210 derajat Celcius dan titik didih 7650 derajat Celcius. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3). Di perairan Cd akan mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut.
Menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari:
1). Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.
2). Air bilasan dari electroplating.
3). Industri besi, tembaga dan logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.
4). Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd sebagai bahan campuran (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.
5). Pupuk phosfat dan endapan sampah.
Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabilizer (penyeimbang) dan pewarna pada plastik dan electroplating (penyepuhan/pelapisan logam). Selain itu digunakan pula pada penyolderan dan pencampuran logam serta industri baterai. Akumulasinya dalam air tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan electroplating (pelapisan emas dan perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat warna lainnya, tekstil dan industri kimia.
Logam kadmium atau Cd akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi Cd yang lebih banyak. Keracunan kadmium bisa menimbulkan rasa sakit, panas pada bagian dada, penyakit paru-paru akut dan menimbulkan kematian. Salah satu contoh kasus keracunan akibat pencemaran Cd adalah timbulnya penyakit itai-itai di Jepang. Kadmium dalam air berasal dari pembuangan industri dan limbah pertambangan.
3. Plumbum-Timah Hitam (Pb)
Logam Pb secara alami tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak bumi. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A dengan nomor atom 82 dan bobot 207,2. Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit yaitu 0,0002 % dari seluruh lapisan bumi. Logam Pb terdapat di perairan baik secara alamiah ataupun sebagai dampak dari aktifitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam perairan.
Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan timbal dalam membentuk alloy dengan logam lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat metalurgi ini dalam penerapan yang sangat luas, contohnya digunakan untuk kabel listrik, kontruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan memiliki kemampuan tinggi untuk tidak mengalami korosi. Selain itu, Pb dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar dan pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan. Hampir 10 % dari total produksi tambang logam timbal digunakan untuk pembuatan tetra ethyl lead atau TEL yang dibutuhkan sebagai bahan penolong dalam proses produksi bahan bakar bensin karena dapat mendongkrak (boosting) nilai oktan bahan bakar sekaligus berfungsi sebagai antiknocking untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran dalam mesin.
Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/liter dapat membunuh ikan. Sedangkan hewan sejenis crustacea (udang-udangan) akan mengalami kematian setelah 245 jam, apabila konsentrasi Pb dalam air mencapai 2,75 – 49 mg/liter.
B. Bahaya Logam Berat sebagai Bahan Pencemar dalam Perairan
Sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya:
1). Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air).
2). Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang.
3). Berbahaya bagi kesehatan manusia.
4). Menyebabkan kerusakan pada ekosistem.
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh. Sebagai contoh adalah raksa (Hg), kadmium (Cd) dan timah hitam (Pb).
Unsur-unsur logam berat tersebut biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah industri merupakan salah satu sumber pencemaran logam berat yang sangat potensial. Pembuangan limbah industri secara terus menerus tidak hanya mencemari lingkungan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam berat dalam sedimen dan biota-biota (terutama biota perairan).
Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indicator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen dan organisme hidup. Pemakaian organisme laut sebagai indikator pencemaran didasarkan pada kenyataan bahwa alam atau lingkungan yang tidak tercemar akan ditandai oleh kondisi biologi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beranekaragam. Salah satu organisme yang sering dijadikan sebagai indikator pencemaran adalah ikan. Terdapat beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan, misalnya pengaruh toksisitas logam pada insang. Insang selain sebagai alat pernafasan juga digunakan sebagai alat pengaturan tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu insang merupakan organ yang penting pada ikan dan sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Logam berat dapat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu: saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis.
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami tiga macam proses akumulasi yaitu fisik, kimia dan biologis. Buangan limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dengan toksisitas yang tinggi ke lingkungan perairan mengakibatkan bahan pencemar langsung terakumulasi secara fisik dan kimia lalu mengendap di dasar laut. Melalui rantai makanan terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan mempengaruhi kesehatan manusia. Akumulasi melalui proses biologis inilah yang diesbut dengan bioakumulasi.
Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme atau ikan melalui proses absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi dan ekskresi bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi membran. Proses transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara yaitu transpor pasif (melalui proses difusi) dan transpor aktif (dengan sistem transpor khusus, dalam hal ini zat lazimnya terikat pada molekul pengemban). Bahan pencemar dapat masuk ke dalam tubuh ikan melalui tiga cara yaitu melalui rantai makanan, insang dan difusi permukaan kulit.
Salah satu zat pencemar yang tergolong sebagai logam berat berbahaya adalah merkuri (air raksa, simbol: Hg). Menurut beberapa penelitian, jika kandungan merkuri dalam tubuh mencapai tingkat tertentu, maka dapat mengakibatkan kematian bagi manusia tersebut. Beberapa efek lainnya yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh antara lain:
1).Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh, apabila berada dalam jumlah yang cukup.
2).Senyawa-senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula dalam daya racun yang dimilikinya, penyebarannya, akumulasi dan waktu retensinya di dalam tubuh.
3).Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam tubuh organisme hidup yang telah tercemar merkuri disebabkan oleh perubahan bentuk atas senyawa-senyawa merkuri itu, dari satu tipe ke tipe lainnya.
4).Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri di dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang (sulfur) yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.
5).Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen.
Saat ini budidaya udang melalui tambak telah berkembang dengan pesat. Hal itu disebabkan karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat diandalkan dalam meningkatkan ekspor non-migas dan merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30%-75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Limbah kulit udang mengandung komposisi utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain.
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung. Kulit udang mengandung protein (25%-40%), kalsium karbonat (45%-50%), dan khitin (15% – 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. Sedangkan kulit kepiting mengandung protein (15,60%-23,90%), kalsium karbonat (53,70-78,40%), dan khitin (18,70%-32,20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya.
Kandungan khitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah. Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga yang disebut dengan nama khitin. Khitin merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelida, molusca, corlengterfa, dan nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trakea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-cumi. Adanya khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini khitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya khitin.
Khitosan merupakan senyawa turunan dari khitin melalui proses deasetilasi. Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi. Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3PO4, dan tidak larut dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik. Disamping itu khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan.
Saat ini, sebagian kecil dari limbah udang di Indonesia sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin dan khitosan. Banyak manfaat yang diperoleh dari khitin dan khitosan untuk berbagai kegiatan industri modern, seperti industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi.
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan terjadi melalui tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi.
Kulit udang yang mengandung senyawa kimia khitin dan khitosan merupakan limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal. Dengan adanya sifat-sifat khitin dan khitosan yang dihubungkan dengan gugus amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan khitin dan khitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah. Karena berperan sebagai penukar ion dan sebagai absorben maka khitin dan khitosan dari limbah udang berpotensi dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan perairan dengan metode penyerapan dan biaya yang dibutuhkan pun lebih murah serta bahannya mudah didapatkan.
Khitin dan khitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang dapat digunakan sebagai absorben untuk menyerap ion tembaga, kadmium, dan plumbum (timbal) secara dinamis dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan, maka perlu dilakukan pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap logam-logam berat di perairan.
REFERENSI
Anonim, 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan Seri I. Dirjen Perikanan: Jakarta.
Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Khitin Menjadi Khitosan. Jurnal Kimia. Andalas.
http://www.duniakimiakita.co.cc.
No comments:
Post a Comment